.

Ketika si Kecil Protes

Hafizah Nur

Pernahkah anda diprotes oleh anak berusia 2,5 tahun? Mungkin pernah dengan secara langsung disampaikan kepada anda. Bahkan bentuk protes tersebut diungkapkannya melalui obrolan si kecil dengan mainannya atau dengan orang lain, mungkin juga pernah, tapi anda tidak merasakan sama sekali kalau si kecil sedang memprotes anda.

Setiap anak punya cara yang berbeda dalam mengungkapkan rasa kurang sukanya dan juga protesnya kepada orang lain. Anak saya, Nana Chan 2,5 tahun, kemampuan berbahasanya berkembang dengan sangat baik, sehingga dia sudah dapat merangkai beberapa kata untuk bercerita dan juga untuk mengungkapkan pendapat-pendapatnya.

Suatu hari, ketika saya berada dalam kondisi kurang sehat, dan itu sangat berpengaruh dengan kondisi emosional saya. Tanpa sadar, sering sekali saya memarahinya selama seharian, dan juga menunjukkan wajah tidak senang saat ia mengganggu istirahat saya. Tidak seperti biasanya, Nana yang selalu mendapat perlakuan manis dari umminya, setelah seharian berinteraksi dengan wajah keruh saya, mungkin terasa juga ketidaksenangannya. Meskipun demikian, si kecil tetap terlihat bermain dengan ceria bersama mainannya.

Di sore hari telpon berdering, seperti biasa si kecil menjadi orang pertama yang mengangkat telpon. Dari seberang sana terdengar suara seorang teman bertanya pada si kecil, “Assalamu’alaikum, ummi ada?” tanpa diduga si kecil menjawab, “Ummi sedang marah”, saya terkejut dengan jawabannya, tapi saya diamkan. ”Marah sama siapa?” tanya dari seberang sana lagi. ”Marah sama Nana chan, ” jawabnya lugu dan langsung mengena di hati saya. Saya langsung sadar dengan kondisi emosional saya yang tidak stabil hari ini. Ternyata, si kecil merasa tertekan dengan sikap saya seharian ini, dan perlu kompensasi untuk mengganti rasa tidak nyaman si kecil dengan pelukan dan sikap hangat seperti yang biasa dia dapatkan dari saya, ibunya.

Di lain waktu, suami saya, yang baru pulang dari kantor, asik dengan komputernya. Si kecil yang sudah berharap untuk bisa bermain dengan abinya setelah seharian bermain dengan mainannya dan umminya, langsung memprotes sang abi, “Abi, sini dong, jangan komputer terus, main sama Nana Chan.” Mendengar protesnya, abinya cepat-cepat meminta maaf dan memenuhi keinginan si kecil untuk ditemani bermain.

Di lain waktu, ada seorang sahabat bercerita kepada saya tentang bagaimana anaknya menunjukkan ketidaksenangannya terhadap sikap orang tuanya. Anak ini lebih besar dari anak saya dan baru menjadi kakak setelah adiknya lahir. Di awal-awal kehadiran sang adik, seluruh keluarga berusaha untuk beradaptasi dengan situasi baru ini. Ada satu orang lagi yang butuh perhatian di samping tugas-tugas rumah tangga yang menumpuk. Tanpa sadar, sang kakak semakin merasa terabaikan dari kedua orang tuanya.

Tidak ada protes langsung dari sang anak yang baru jadi kakak ini, tapi sikapnya yang lesu, tidak bergairah, dan cahaya matanya yang tidak hidup tidak seperti biasanya, membuat ibu dan ayahnya berpikir mengapa si anak seperti ini. Akhirnya setelah diintrospeksi dan diberikan kompensasinya berupa perhatian yang lebih banyak kepada sang kakak, di ajak jalan-jalan dan berusaha memberikan apa yang diinginkan anak di satu hari khusus, alhamdulillah, sang kakak kembali ceria seperti biasa.

Banyak cara yang dipakai anak untuk mengungkapkan protes-protesnya. Kadang dengan cara yang sulit diterima oleh orang dewasa. Misalnya menunjukkan tingkah laku yang sangat menyebalkan kedua orang tuanya, atau selalu memancing kemarahan kedua orang tuanya. Biasanya ini karena sang anak belum mampu menunjukkan protesnya secara langsung, atau karena perkembangan bahasanya yang belum cukup memadai, bisa juga karena terhambat oleh emosi yang sudah memuncak, yang membuatnya sulit berpikir untuk mengungkapkan protesnya secara lisan.

Saya sadar, terkadang si kecil sendiri tidak tahu apa yang sesungguhnya ia rasakan, sehingga protes-protesnya tidak tersampaikan dengan baik dan keluar dalam bentuk tantrum atau mengamuk. Saat itulah membuat saya harus lebih menajamkan mata hati saya untuk mengatahui apa yang dirasakan oleh si kecil.

Mungkin juga secara tidak sadar kita mencontohkan cara yang tidak benar untuk menunjukkan protes-protes kita pada orang lain, misalnya pada suami kita, dengan cara marah-marah atau dengan menekuk muka tanpa mengatakan apa yang membuat hati kita tidak senang dan marah. Sikap-sikap seperti itulah yang mungkin ditiru oleh si kecil.

Apa pun bentuk protes si anak, merupakan proses belajar bagi kita, para orang tua, untuk lebih memperhatikan sikap-sikap kita, dan juga perhatian-perhatian kita pada si kecil. Juga belajar mengasah kepekaan kita terhadap apa yang dirasakan oleh anak-anak kita. Di sisi lain juga berusaha mengajarkan bagaimana cara memahami perasaan-perasaanya dan mengungkapkannya pada orang lain. Mudah-mudahan, apa yang berusaha kita ajarkan, mampu mempermudah kehidupan si kecil, terutama dalam hal bagai mana berhubungan dengan orang lain, sampai ia dewasa nanti.
Back To Top