.

Kakakku Hebat, Aku Bangga Padanya!

Azimah Rahayu

Wajah tampannya tersembunyi di bawah topi yang dikenakannya. Bersama kakak perempuannya, dia bertanding. Dia tidak membanggakan diri, namun tampak penuh percaya diri dan tenang sekali. Pendiam dan tak banyak berkata-kata.

Pada saat tantangan pertama, dengan jelas, tegas, tenang, namun motivatif, dia menyampaikan arahan-arahan pada kakaknya. Meniti ruang dalam silinder bolong-bolong di ketinggian sambil mengambil dan mengangsurkan bendera memang cukup menyulitkan. Kakaknya sedikit panik di awal, namun arahan-arahannya membuat si kakak menjadi lebih tenang, mengikuti petunjuk-petunjuknya dan akhirnya mereka berdua mampu menyelesaikan tantangan itu dengan mudah. Sementara, yang lainnya tak satu pun yang dapat menyelesaikan sebaik mereka berdua. Ketika diberikan ucapan selamat atas kesuksesan mereka, dia hanya tersenyum dan menyatakan,

”Aku bangga pada kakakku. Dia hebat!”

Dan kakaknya menjawab,

”Ya, kami tim yang hebat,”

Sebuah jawaban yang penuh percaya diri, namun tidak menyombongkan diri. Si adik tetap rendah hati dan mengatakan bahwa kakaknya lah yang hebat, meskipun jelas-jelas nampak bahwa tadi dia yang memimpin sehingga mereka memenangkan sesi pertama pertandingan itu.

Hal yang sama selalu terjadi pada sesi-sesi berikutnya. Mereka selalu memimpin perolehan angka. Dan setiap kali, si adik menjadi pemimpin bagi kakaknya, dan kemudian, dengan bangga dan bahagia dia akan berkata,

"Kakakku hebat. Aku bangga padanya,"

Dan sang kakak pun akan melakukan hal yang sama,
“Adikku hebat. Kami tim yang kompak sekali,”

“Apakah kalian pernah bertengkar?” tanya sang pemandu acara.

“Nyaris tidak pernah, kami selalu kompak,” jawab mereka serempak.

Sebagaimana permainan umumnya, untuk dapat mengalahkan wan, biasanya para peserta melalukan perang mental dengan mengeluarkan teriakan ejekan, memprovokasi atau apapun yang dapat merusak konsentrasi lawannya. Namun pemuda ini tidak melakukannya. Dia dan kakaknya selalu bersikap manis sepanjang pertandingan, tidak melontarkan agitasi atau apapun kepada lawan-lawannya, namun mereka selalu menunjukkan kemampuan dan kepercayaan terhadap diri mereka sendiri. Dan itu sungguh luar biasa. Ketika mereka berhasil menyelesaikan pertandingan dengan sukses dan kemudian diketahui hasilnya jauh lebih bagus dari teman-temannya, mereka tidak lantas berbangga diri, namun dengan senyum manis, mereka berkata,

"Kami bersyukur bahwa kami adalah tim yang hebat,"

Bahkan pada tantangan terakhir di mana mereka meraih hadiah, sang adik terus menerus menundukkan kepala di antara kedua lututnya, sangat cemas akan kemungkinan perolehan angka mereka akan dapat disusul oleh lawannya. Dan ketika diumumkan bahwa merekalah pemenangnya, dia masih tetap menunduk saja. Ia baru bangkit ketika ditepuk, dan kemudian memeluk kakaknya kuat-kuat sambil menangis. Tak ada teriakan. Tak ada pekik kemenangan. Hanya senyum tipis berurai air mata dan bisikan

“Kakakku hebat. Aku bangga padanya!”

****

Menyaksikan adegan demi adegan itu membuat saya bertanya-tanya, sebenarnya budaya dan pendidikan macam apa yang dibangun oleh orang tua mereka pada mereka saat mereka masih kecil? Tidak mudah menjadikan dua orang bersaudara sekompak itu, dan satu sama lain saling mendukung bahkan menyatakan kebanggaannya pada saudaranya.

Yang banyak saya temui di sekeliling adalah kakak beradik yang saling mencaci, menyalahkan jika kalah, dan saling mengunggulkan diri ketika mereka meraih kemenangan dan keberhasilan. Jarang sekali yang menunjukkan sikap rendah hati dan memberikan motivasi dan pujian untuk saudaranya.

Menyaksikan permainan mereka, saya merasa mendapat contoh yang sangat indah tentang persaudaran dua kakak beradik yang luar biasa. Bersikap positif dan saling mendukung di antara mereka. Dan semua itu, pasti lah tidak terlepas dari pendidikan yang ditekankan orang tuanya.
Back To Top