.

Ibu...

Sholat subuh baru hampir tiba ketika pintu rumah kost kami diketuk seseorang. Bapak kostku yang sudah siap berangkat ke masjid hendak adzan subuh, membuka pintu. Tak kuduga? yang datang, ibuku.

Akupun segera bangkit dari tempat tidur, menyambut kehadirannya dengan suka cita. Walau badanku masih lemah setelah hampir sebulan tergolek ditempat tidur, aku berusaha untuk terlihat sehat. Aku tak ingin ibu melihatku sakit.

Sebenarnya aku tak memberi tahu kepada ibu bahwa aku sedang sakit, karena aku kawatir ia menjadi sedih dan harus bersusah payah datang ke kostku untuk melihatku, walaupun hatiku sangat menginginkan kehadirannya. Namun, begitulah ibuku. Setiap kami, anak-anaknya ada yang kurang sehat, selalu saja tiba-tiba datang. Beliau katakan kepada kami, bahwa wajah kami terbayang-bayang dimatanya, atau suara kami terngiang-ngiang ditelinganya, seakan-akan memanggilnya. Yang baginya, itu adalah sebuah pertanda, bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada kami anak-anaknya.

Subhanallaah. Seorang ibu memang memiliki perasaan yang tajam. Tidak sekali dua kali hal itu terjadi. Tetapi hampir setiap kali diantara kami ada yang sakit. Dan kehadiran ibu bagaikan obat mujarab kesembuhan. Seperti pagi itu, serta merta aku merasa sehat. Tubuh yang sebelumnya terasa demikian lemah bagaikan memperoleh energi baru. Aku mampu berjalan sempurna, dan hari berikutnya aku dapat masuk kerja kembali.

Demikian agungnya cinta kasih ibu, sehingga darinya kuperoleh energi dahsyat yang menguatkanku untuk melakukan segala sesuatu. Yang darinya kuperoleh berbagai pelajaran bermakna, yang dapat menuntunku mengarungi kehidupan masa datang. Kesederhanaannya, membimbingku untuk mampu menjalani hidup sederhana. Kesabarannya, mengantarkanku menjadi manusia yang tahu makna kehidupan dan arti pengorbanan. Ketegarannya menghadapi masalah hidup, mengajarkanku untuk selalu optimis. Kesungguhannya bekerja, mengajariku untuk memanfaatkan setiap waktu dengan sebaik-baiknya.

Keagungan cinta kasih yang takkan terbalas sampai kapanpun dan dengan apapun. Pengorbanannya untuk membesarkan anak-anaknya tak sebanding dengan bakti sang anak padanya. Kebahagiaannya, bila melihat anaknya bahagia.

Kini, demikian jauh jarak antara kami. Kerinduan demi kerinduan hanya mampu kuobati dengan komunikasi jarak jauh melalui telepon atau surat. Tak mudah bagiku untuk bertemu, merasakan belaiannya, bermanja-manja sambil tiduran dipangkuannya, atau hanya sekedar menatap wajah teduhnya.

Hari ini, rinduku padanya demikian dalam, namun sulit bagiku untuk dapat menemuinya. Sulit pula bagi ibuku untuk mengunjungiku. Karena jarak yang demikian jauh, biaya yang sangat tinggi.

Robb, ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami dan sayangilah mereka seperti mereka menyayangi kami sejak kami kecil,

Robb, janganlah Engkau timpakan beban yang berat kepada orang tua kami karena kesalahan yang kami lakukan,

Jangan pula Engkau siksa orang tua kami karena perbuatan kami,

Bimbinglah kami untuk menjadi anak-anak yang sholeh yang selalu mendo?akan mereka, yang akan menjadi pahala yang tak terputus baginya. Aamiin.
Back To Top