.

Tiga Kemuliaan Hidup


Rendah hati (tawaduk) itu tidak menambah seseorang melainkan ketinggian. Karena itu bertawaduklah, pasti Allah akan meninggikan derajatmu. Memberi pengampunan itu tidak menambah seseorang, melainkan kemuliaan. Karena itu, berilah pengampunan, pasti Allah akan memuliakan kamu semua. Sedekah itu tidak mengurangi harta seseorang, melainkan akan menambahnya. Maka bersedekahlah, pasti Allah akan memberikan kasih sayang-Nya pada kalian semua" (Diriwayatkan oleh Ad-Dailami dan Ashfihani).

Di satu sudut kota Madinah Al-Munawarah berdiam seorang pengemis Yahudi buta. Setiap kali ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata: "Janganlah engkau dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong, dan juga tukang sihir. Jika engkau mendekatinya, maka engkau akan dipengaruhinya".Apa yang dilakukan Rasul terhadap pengemis itu? Setiap pagi Beliau mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berbicara sepatah kata pun, Rasul menyuapi si pengemis dengan penuh kasih sayang. Kebiasaan tersebut terus dilakukan Rasulullah SAW setiap pagi, hingga beliau wafat. Setelah itu, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan kepada pengemis tua lagi buta itu.

Sepeninggal Rasulullah SAW, Abu Bakar berkunjung ke rumah Siti Aisyah RA. Abu Bakar bertanya pada anaknya tersebut, "Wahai putriku, adakah satu sunnah kekasihku yang belum aku tunaikan". Aisyah menjawab, "Wahai ayahku, engkau adalah seorang ahli sunnah, dan hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum engkau lakukan, kecuali satu saja". "Apakah itu," seru Abu Bakar dengan penasaran. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana," ungkap Aisyah dengan mata berkaca-kaca.

Keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk si pengemis. Setelah bertemu muka, Abu Bakar mencoba menyuapinya dengan makanan yang dibawanya tersebut. Namun, di luar dugaan pengemis malah murka dan berteriak, "Siapakah kamu?" Abu Bakar menjawab, "Aku ini orang yang biasa". "Bukan! engkau bukan orang yang biasa mendatangiku," jawabnya. "Jikalau ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah pula mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tetapi ia haluskan dulu makanan tersebut dengan mulutnya, setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri," ungkapnya lebih lanjut.

Abu Bakar tidak kuasa menahan deraian air matanya. "Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW," ungkap Khalifah pertama ini sambil menangis.Mendengar penjelasan Abu Bakar, pengemis itu terkejut lalu menangis sejadi-jadinya. Kemudian ia berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghina, memfitnah, dan menjelek-jelekannya, tapi ia tak pernah memarahiku sedikit pun. Ia selalu mendatangiku setiap pagi dengan membawakan makanan. Ia begitu mulia." Tak lama kemudian, di hadapan Abu Bakar Ash-Shiddiq, pengemis Yahudi yang buta itu mengucapkan dua kalimah syahadat. Ia masuk Islam karena ketinggian akhlak Rasulullah SAW.

Sungguh, betapa mulianya akhlak Rasulullah SAW. Betapa ringannya beliau memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang membencinya. Tidak ada balasan kebencian, dendam kesumat, atau keinginan untuk mencelakakan orang yang nyata-nyata menghina dan memfitnahnya. Padahal, saat itu Rasulullah SAW telah menjadi kepala negara. Ia begitu dihormati, pengaruhnya telah memenuhi Jazirah Arabia, kekuatan tentara yang dimilikinya pun mencapai puluhan ribu orang. Kalau mau, sangat mudah bagi beliau untuk sekadar menghukum atau menyingkirkan seorang pengemis tua yang juga buta itu.

Yang terjadi malah sebaliknya. Setiap pagi beliau mengantarkan makanan dengan tangannya sendiri pada pengemis itu, lalu menyuapinya, setelah beliau mengunyahkannya terlebih dulu. Gambarannya, bagai seorang ibu yang dengan penuh kasih sayang mengunyahkan makanan bagi anaknya. Subhanallah! Bahkan, sahabat sekaliber Abu Bakar yang terkenal akan kelembutannya tidak mampu melakukan dengan sempurna apa yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Ya, semua terjadi karena hati beliau begitu suci dari dosa. Sehingga kasih sayang, kelembutan, dan keinginan untuk membahagiakan, tampak jelas terpancar ke luar dari hatinya. Setiap orang yang bertemu dengan beliau pasti tidak akan mendapatkan apa-apa, kecuali hikmah dan kebahagiaan. Bagaikan segenggam gelas kristal yang bersih lagi bercahaya yang dituangkan ke dalamnya minuman madu dari syurga. Setiap orang, tidak akan meneguk racun dari gelas tersebut, mereka hanya akan mendapatkan manisnya madu. Tak heran bila Allah SWT berkenan memuji beliau, Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memiliki budi pekerti yang agung (QS. Al-Qalam [68]: 4).

Tiga macam kemuliaan
Lewat interaksinya dengan pengemis Yahudi yang buta itu, Rasulullah SAW mengajari kita tiga macam kemuliaan, yaitu sikap rela memaafkan, rendah hati (tawaduk), dan memberi tanpa pamrih. Dan, ketiga sikap tersebut bersumber pada luasnya limpahan rasa kasih sayang beliau pada umatnya.

Rasulullah SAW memaafkan bukan karena terpaksa atau karena tidak mampu membalas, tapi karena kasih sayang dan keikhlasan yang sempurna. Menurut Imam Al-Ghazali memaafkan yang hakiki adalah bahwa seseorang itu memiliki hak untuk membalas, meng-qishas, menuntut, atau menagih dari seseorang yang tertentu; tapi hak yang dimilikinya tersebut dilenyapkan atau digugurkan sendiri, sekalipun ia berkuasa untuk mengambil haknya itu. Sikap rela memaafkan yang beliau contohkan bukan pula karena adanya paksaan dari orang lain, atau adanya pertimbangan keuntungan yang akan diperoleh, namun semata-mata dilakukan untuk mendapatkan rida Allah SWT.

Dalam suatu kesempatan Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabatnya, "Rendah hati (tawaduk) itu tidak menambah seseorang melainkan ketinggian. Karena itu bertawadhulah, pasti Allah akan meninggikan derajatmu. Memberi pengampunan itu tidak menambah seseorang, melainkan kemuliaan. Karena itu, berilah pengampunan, pasti Allah akan memuliakan kamu semua. Bersedekah itu tidak mempengaruhi harta seseorang, melainkan akan semakin banyak jumlahnya. Karena itu bersedekahlah, pasti Allah akan memberikan kasih sayang-Nya pada kalian semua" (Diriwayatkan oleh Ad-Dailami dan Ashfihani).

Diungkapkan pula, "Seutama-utamanya akhlak dunia dan akhirat adalah agar engkau menghubungkan tali silaturahmi dengan orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, memberi sesuatu kepada orang yang menghalang-halangi pemberian padamu, serta memberi maaf kepada orang yang menganiaya dirimu" (Diriwayatkan oleh Thabrani, Baihaqi, dan Ibnu Abi Ad-Dunya).

Dalam situasi zaman yang serba tak menentu ini-di mana individualisme, lunturnya kepedulian sosial, kesenjangan sosial, juga dendam yang diperturutkan-nilai moral yang dicontohkan Rasulullah tersebut layak dihidupkan kembali, minimal dalam kehidupan pribadi, keluarga, hubungan kerja, ataupun masyarakat sekitar. Walau terlihat sepele, namun dampak yang ditimbulkannya akan sangat besar. Tentang hal ini, Gerald Jampolsky mengatakan, Kekuatan cinta dan kasih sayang serta sikap rela memaafkan dapat membuahkan keajaiban-keajaiban dalam hidup. Wallahu a'lam bish-shawab.
Back To Top