.

Berguru Pada Anak


Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap penanggung jawab atas hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Apakah dia menjaganya atau menyia-nyiakannya? (HR. Nasai dan Ibn Hibban)

Banyak keluarga yang menginginkan anaknya memiliki pribadi shalih dan shalihah. Bagaimana tidak, keshalihan anak-anak adalah cerminan keberhasilan keluarga, dan dalam batas yang tak terhingga mampu mengangkat derajat kehidupan keluarga.

Karena itu, Islam mengajarkan banyak hal agar setiap orang tua mampu memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya, sehingga keshalihan anak-anak dalam keluarga terwujud. Sayang, banyak orang tua yang tidak terlalu memperhatikan hal ini. Mereka pun sering kali kurang tepat menginterpretasi pola pendidikan yang disyariatkan.

Misalkan, karena anak tidak shalat, si orang tua langsung menegurnya dengan teguran kurang pantas, bahkan di depan teman-temannya. Dalam kasus lain, karena anaknya tidak shalat, si orang tua terpaksa memukul anaknya dengan alasan si anak telah berusia 10 tahun. Padahal, si anak belum tahu syariat tersebut dan orang tua pun belum pernah mengkomunikasikannya.

Lebih mengkhawatirkan lagi, orang tua sering merasa benar dengan tindakannya. Karena itu, jangan heran jika kemudian anak-anak tumbuh menjadi pemberontak dan fitnah, bahkan bencana bagi keluarga.

Agar itu tak terjadi, setiap orang tua mau tidak mau harus mencoba belajar dari anak-anaknya, mulai karakter, sifat, hingga perilakunya sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang tua memahami hal-hal tersebut ketika mereka memberikan pendidikan bagi anaknya.

Sumber inspirasi
Anak-anak, dalam banyak hal memiliki kepekaan yang luar biasa. Perasaannya demikian halus. Dalam kondisi tertentu, mereka pun memiliki sifat pendendam, tapi mudah memaafkan. Mereka juga memiliki sikap jujur dan pantang menyerah. Lihatlah ketika mereka baru belajar berjalan. Setiap kali jatuh, mereka berusaha kembali bangun, dan akhirnya mereka bisa berjalan, bahkan berlari.

Hal-hal di atas semestinya menjadi input berharga bagi setiap orang tua dalam mendidik mereka. Misalnya, bagaimana orang tua belajar memahami kepekaan dan kehalusan perasaan anak-anaknya, sehingga ia mampu menemukan pola pendidikan yang tepat bagi anak-anaknya.

Anak-anak, dalam banyak kesempatan sering berkelahi dengan teman-temannya. Tapi, sesaat kemudian mereka kembali akrab. Dalam hal ini, orang tua mendapatkan pelajaran berharga dari anak-anaknya. Misalnya, ketika orang tua berselisih pendapat tentang sebuah hal, sikap pemaaf anak-anak dapat mereka jadikan referensi untuk saling memaafkan.

Begitu pun ketika mereka berselisih pendapat dengan tetangga. Lebih jauh, sikap ini akan mengantarkan keluarga menjadi teladan keluarga beriman. Sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya." (HR. Bukhari-Muslim)
Setiap orang tua juga bisa belajar dari rasa ingin tahu anaknya: kritis dan penuh pertanyaan. Dengan sikap inilah anak-anak banyak mendapatkan input dan ilmu untuk kehidupannya. Orang tua yang mampu belajar dari sikap anak seperti ini akan memiliki banyak input dan ilmu, sebagai bekal mendidik anak-anaknya.

Ketika anak-anak belajar berdiri: merangkak, berdiri, jatuh, berdiri lagi, dan akhirnya berlari, sesungguhnya mereka sedang mengajarkan para orang tua menghadapi permasalahan hidup. Artinya, anak-anak sedang mengajarkan tidak menyerah menghadapi permasalahan hidup.

Seolah-olah mereka sedang menggambarkan untuk menghadapi setiap permasalahan hidup: terpuruk, bangkit, terpuruk lagi, bangkit lagi, demikian seterusnya hingga mencapai titik keberhasilan.
Karena itu, anak-anak adalah guru-guru berharga yang sengaja dikirim Allah sebagai media pembelajaran orang tua. Orang tua yang tidak mampu memanfaatkannya sebagai media pembelajaran termasuk orang-orang yang menyia-nyiakannya. Anda termasuk? Semoga tidak! Wallahua'lam.
Back To Top