.

HADIAH TERBAIK


Menjelang ulang tahun-kedua putri saya, banyak usulan datang mengenai bentuk acara yang mungkin saya dan suami adakan. Ada yang menyarankan agar kami mengadakan acara pesta ulang tahun di kediaman orang tua saya, dan mengundang seluruh famili. Dari pihak keluarga suami, ada juga usulan untuk menyelenggarakan pesta ulang tahun Salsa di sebuah restoran ternama, dan mengundang keluarga dekat saja. Alasannya biar kami tidak perlu repot tentang bentuk acara dan lain-lain, karena sudah ditangani pihak restoran. Selain itu lebih praktis, tidak perlu repot dengan urusan cuci piring, dantentu saja..... prestise.

Setelah menimbang-nimbang, saya dan suami sepakat untuk membuat acara yang lebih berarti bagi salsa. Akhirnya kami mengundang teman-teman Salsa sekitar rumah, itu pun secara lisan agar acara tidak terkesan formal. Kebetulan rumah kami sehari-hari memang menjadi ajang bermain anak-anak berbagai usia (balita sampai anak SMP). Kepada mereka, kami wanti-wanti mengatakan untuk tidak membawa apa-apa, agar tidak merepotkan, terlebih kami tahu kebanyakan mereka berasal dari keluarga yang sangat-sangat sederhana. Saya dan suami, sebelumnya sudah membungkus berbagai hadiah (kebanyakan berupa permainan edukatif untuk anak seusianya), dan secara khusus, meski sederhana menyiapkan kamar bermain sendiri untuk Salsa. Itulah hadiah yang bisa kamiberikan untuk menandai bertambahnya 'kedewasaaan' anak kami.

Beberapa jam sebelum acara, ketika saya bersama Salsa sedang merapikan tempat anak-anak akan berkumpul nanti, serombongan anak-anak tetangga sudah berkumpul di halaman rumah. Kebanyakan mereka saling bertanya soal acara Salsa dan hadiah yang disiapkan. Dari sekian banyak anak Cuma satu yang sayadengar punya 'kado' buat Salsa.

Lainnya dengan wajah sedih menghadap saya, "Kak.... saya nggak dikasih uang sama Emak buat beli kado!" salah seorang dari mereka bicara.

"Kalo saya, Emak lagi sakit, kak. Bapak beli obat belum pulang! Saya nggak punya kado, kak!"

"kadonya utang dulu ya, Kak! Entar kalo Bapak gajian aja. Boleh nggak?"

Saya menatap mereka dengan menahan berbagai perasaan, kemudian dengan suara tertahan saya katakan kepada mereka bahwa semua boleh datang, dan mereka tidak usah membawa hadiah apa-apa. Doa mereka sudah lebih dari cukup buatSalsa!

Perasaan saya masih diliputi haru, ketika seorang bocah lelaki dengan pakaian lusuh datang, menghampisi saya. Tampaknya ia tidak mendengar perkataan saya barusan. Dengan wajah serius, ia menarik jilbab saya. Suaranya lantang terdengar, "Kak, kalo ngasih Salsa sabun, boleh
nggak...?!?"

Saya menatap bocah itu lurus-lurus, "Boleh!"

Suara saya tegas. Saya hanya tidak ingin mengecilkan keinginan besar anak itu untuk memberi sesuatu buat putri saya. Mendengar jawaban saya, bocah itu melangkah riang keluar dan bergabung kembali dengan rekan-rekannya yanglain.

Alhamdulillah, acara syukuran Salsa berlangsung ramai. Semua teman-temannya hadir, dan terlibat dalam berbagai permainan yang saya dan suami adakan. Saya sendiri merasa senang, karena itu artinya tidak ada di antara merekayang merasa tidak layak hadir hari itu.

Acara ditutup dengan makan-makan bersama dan pembagian bingkisan kepada seluruh anak yang hadir.

Adalah hadiah anak-anak sekitar rumah yang akhirnya membuat saya dan suami tertegun, haru.

Di hadapan kami dan Salsa kini, bertumpuk puluhan sabun dari aneka merk dan beberapa odol!

Saya memeluk Salsa, dan berkata pelan padanya, "Ini hadiah-hadiah terbaik yang pernah ada, sayang!"

Back To Top