.

Apa Impian Sejati Sejatimu, Kawan?



Bismillahirahmanirrahim...

Kawan, sudikah engkau kiranya luangkan waktumu sejenak untuk kawanmu ini? Sekadar mendengarkan apa yang mengusik di dalam hati saya, mungkin di dalam hatimu juga. Sekadar berbagi tentang pencerahan dalam hidup ini.. agar kita senantiasa menjadi manusia yang memang pantas "diandalkan" oleh Tuhan kita, untuk mengurus segala sesuatu di atas bumi ini.
Bukan menjadi sebaliknya, yang malah merusak apa yang indah, namun mereka selalu menyangkalnya dengan mengatakan bahwa sesungguhnya mereka lah manusia yang melakukan segala perbaikan-perbaikan.

Jika engkau telah bersedia, mari kita mulai; akan saya mulai ini dengan satu pertanyaan sederhana: "Apakah impian sejatimu?"

Mungkin bagi beberapa orang, sangatlah mudah untuk menjawab sebuah pertanyaan. Tapi bagi saya, menjawab pertanyaan sama dengan menyimpulkan sesuatu dengan persepsi kita sendiri; Apakah itu menjadi suatu masalah? Tidak juga sebetulnya.
Yang menjadi masalah apabila persepsi kita dan persepsi yang lain menciptakan suatu benturan yang membuat kehidupan ini cenderung bukan mengarah pada "perbaikan", malah sebaliknya akan menciptakan sebuah kemunduran-kemunduran.

Kau pasti mengerti apa yang saya maksudkan. Saya tidak perlu menjabarkan lagi, seperti apa kemunduran yang saya maksudkan. Karena itu, ijinkan saya untuk membawa pertanyaan di atas, ke dalam sebuah renungan kecil. Dengan harapan, kita bisa sama-sama menginteropeksi diri kita masing-masing, apakah kita memang benar-benar telah menjadi manusia yang berjalan di atas jalan yang telah ditentukan olehNya, atau justru kitalah orang-orang yang berpaling dari setiap tanda-tanda yang telah ditinggalkanNya di sepanjang jalan hidup kita yang membentang ke depan.

Mungkin sebelum kita bisa menjawab, "apa impian sejati kita?", ada baiknya kita mencari tau dulu apa itu 'impian'. Di sini kita tidak perlu merujuk pada pemikiran-pemikiran para pemikir terdahulu, yang sudah lebih dulu menyelidiki masalah mimpi; seperti Sigmund Freud misalnya. Sebab terus terang, masalah mimpi adalah masalah yang sangat subjektif. Jikalau ada orang yang berusaha mencari "jawaban atas sesuatu" dengan menstandarisasikan manusia, menurut saya, dia telah mengambil langkah awal yang salah.
Sebab bukankah setiap manusia itu unik?

Sebagai contoh, kita tidak bisa mensamaratakan arti dari mimpi setiap orang.
Sebab manusia menjalani kehidupannya yang berbeda-beda. Ya, itu adalah acuan awal kita. Manusia memiliki "pengalaman hidup" yang berbeda. Jikalau kamu dan saya sekarang berada di titik yang sama, bukanlah berarti kita juga telah melewati jalan yang sama. Pertemuan kita di sini, tak lain hanyalah karena memang ini sudah semestinya terjadi. Yah, mungkin terdengar agak Fatalis, tapi jangan khawatir, ini baru dimulai. Alangkah baiknya jika kamu, kawanku, tidak segera mengambil kesimpulan di sini.

Jadi apakah impian menurut persepsi saya? Impian yang saya maksud tidak sama dengan apa yang orang sebut dengan 'mimpi', Sang bunga tidur itu. Impian yang saya maksud lebih mengarah pada 'cita-cita' seorang anak manusia di dalam kehidupan ini. Sebuah titik yang membuat ia terus melangkah ke depan, dengan satu pengharapan: pada suatu hari ia akan tiba di titik tujuan itu.

Kamu mungkin sudah tau; apa yang dicari di titik tujuan itu. Tapi jika kamu enggan untuk menyimpulkan ataupun enggan untuk menjawabnya sekalipun di dalam pikiran, saya akan mencoba mengatakannya. Ya, apa yang dicari di titik itu tentunya adalah: "Kebahagiaan".

Jadi apakah bisa kita tarik suatu garis kesimpulan di sini? Mari kita coba sama-sama; Manusia, dalam masa hidupnya, yang dicarinya adalah kebahagiaan. Jadi apa yang sejak tadi kita bicarakan tentang impian itu, tak lain adalah usaha pencarian kebahagiaan.

Tapi kita tidak berhenti di sini, Kawan. Bukankah pertanyaan pembuka tadi adalah:'Apakah impian sejatimu?"

Ya, mari kita sekarang berusaha menyamakan persepsi tentang arti kata "Sejati".

Apa arti sejati? Sejati adalah sesuatu yang tak akan pernah habis.
Sebab ia sifatnya kekal tak lekang dimakan zaman. Lawan kata dari sejati adalah fana atau bisa juga semu. Kita sering mendengar kata: "Dunia fana." Ini berangkat dari suatu anggapan bahwasanya dunia ini memang suatu saat akan tidak ada lagi.

Lalu, adakah impian sejati atas kebahagiaan sejati? Sebuah impian yang memang betul-betul tujuan kita. Suatu tempat di mana kita tidak akan merasa bosan di sana.
Suatu titik akhir, sebab kita memang sudah tidak memerlukan apapun lagi, sebab di sanalah semua yang kita cari selama ini berada.

Beberapa orang yang agak enggan untuk diajak berpikir secara dialektika menjawab: "Tempat itu pastilah surga."

Saya amat menyayangkan cara berpikir seperti ini, sebab saat seseorang menjawab seperti itu, maka dia telah mengambil kesimpulan dengan terlalu cepat. Dan secara otomatis, pertanyaan tentang hal itu akan tidak ada lagi. Sebab ia merasa sudah "menemukan" jawabannya.

Ya, masalah iman memang urusan individu. Ini bukanlah urusan yang bisa dicampuri oleh siapapun di luar diri kita. Tapi sekali lagi, ijinkanlah saya untuk memberikan sudut pandang saya di sini.

Surga memang sudah menjadi semacam "kesepakatan" manusia yang percaya, bahwa itu adalah titik akhir kita semua. Di mana kita akan menemukan kebahagiaan yang sejati. "Sejati" sebab sering kita dengar, dan bahkan telah kita yakini, bahwa waktu di Surga adalah abadi. Inilah kesamaan yang bisa saya lihat antara Surga dengan "impian sejati" yang di atas telah saya coba jabarkan.

Bila kawan lupa, akan saya ulangi; persamaannya terletak pada sifat dari "tempat", "titik" itu, yaitu: Suatu titik akhir, sebab kita memang sudah tidak memerlukan apapun lagi, sebab di sanalah semua yang kita cari selama ini berada.

Oke, mari kita berhenti bicara tentang "Surga". Mari kita membumi.
Dan mari sekarang kita sama-sama tanyakan: Apa impian sejati kita?

Adalah sah-sah saja jikalau seseorang menjawab: "Surga". Tapi orang itu mesti menanyakan lagi pada hatinya sendiri: "Apakah saya memang sedang dalam perjalanan ke sana?"

Banyak manusia kini telah sedikit banyak terpengaruh dengan kehidupan materialis.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa terkadang kita pun masih mempunyai impian yang tidak seperti jawaban orang di atas; yang menjawab impiannya adalah "Surga". Banyak dari kita yang punya impian: "Menjadi orang yang memiliki banyak harta", "pergi keliling dunia", "membeli benda-benda tertentu", dan lain sebagainya yang berhubungan dengan sifat duniawiah yang fana.

Menurut saya, hal itu tidak sepenuhnya salah. Sebab jika kita mau tilik dengan pikiran yang "terbuka". Kita akan melihat bahwa orang-orang seperti itu memiliki semangat hidup yang besar. Malah saya bisa mengatakan: bahwa impian adalah sesuatu yang membuat kita tetap hidup sampai hari ini. Bisa kita bayangkan, seseorang yang tidak mempunyai impian. Apa yang
dia "kejar", apa yang dia tempuh? Tidak ada. Lalu apa tujuan hidupnya?

Tapi sekali lagi saya mengajak kawan untuk menginterospeksi diri kita masing-masing.
Apakah kita memang sedang menuju pada titik yang sangat kita damba itu? Entah itu yang bersifat duniawiah ataupun yang bersifat surgawiah. Itu tidak jadi masalah di sini. Masalahnya adalah sangat penting bagi kita untuk mempertanyakan berulang-ulang pada diri ini sembari kita melangkah, apakah memang di titik itulah kita akan menemukan "Kebahagiaan yang sejati"? Atau malah di titik itu kita akan menemukan lagi sesuatu yang membuat diri kita menyia-nyiakan apa yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta kita.

Mari kita jawab ini semua di dalam hati kita saja. Sebab hanya hati kita yang betul-betul mengerti hal ini. Saat logika tidak mampu menjawab sesuatu yang sifatnya abstrak, maka hatilah yang kita andalkan.

Cukup sekian Kawan, renungan pada hari ini. Semoga ini bisa membawa kita dan menuntun kita semua ke impian sejati kita. Bukan impian semu. Amiin...

Wassalam.

*perenungan panjang itu bernama peradaban.*
Back To Top