.

Menjadi Ibu yang Penuh Cinta Kasih

Elis Sumiati
Tulisan ini diambil dari Majalah Ummi No.7/XVII November 2005/1426 H


Suatu pagi, ketika sedang membersihkan halaman. Saya melihat seorang anak berusia 3 tahun asyik bermain air sehingga pakaiannya basah kuyub. Tiba-tiba ibunya datang memarahi anak tersebut dengan kata-kata yang kasar, lalu menjewernya. Kontan si anak menangis menjerit-jerit. Saya kaget dan kecewa dengan tindakan kasar si ibu pada si kecil.

“Kasihan…” Hanya itu yang bisa saya ungkapkan. Kasihan pada si kecil menerima perlakuan kasar tanpa mengerti kesalahannya, karena penalarannya yang masih terbatas. Tapi saya kasihan juga pada si ibu yang melakukan itu mungkin karena ketidaktahuan cara mendidik anak. Atau itu merupakan suatu ungkapan kekesalan karena beratnya beban seorang ibu rumah tangga dan tuntutan ekonomi yang semakin berat, sehingga anak menjadi sasarannya.

Kejadian ini hanya sebuah gambaran kecil dan ringan dari kekerasan-kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya yang sering terdengar saat ini. Saya merasa miris, sedih dan bertanya-tanya kenapa hal itu bisa terjadi. Bukankah segalak-galaknya macan, tidak akan memakan anaknya sendiri. Namun, justru sekarang ada orangtua yang menjual bahkan membunuh anaknya sendiri hanya karena alasan ekonomi. Mungkin karena memang sekarang macannya sudah terlalu lapar, sehingga anak sendiripun dimakannya.

Padahal kalau kita simak QS Al-An’aam 151, Allah berfirman, “…dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rejeki kepadamu dan kepada mereka…” Betapa Allah telah menjamin rejeki atas orangtua yang merawat anaknya dan tiap-tiap anak yang lahir.

Memang kekerasan pada anak kerap kali terjadi karena faktor ekonomi dan kurangnya ilmu yang dimiliki oleh orangtua. Oleh sebab itu, kejadian semacam ini tidak perlu terjadi kalau setiap orangtua memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, memiliki iman yang kuat. Dengan keimanan yang kuat orangtua tidak akan merasa resal soal kelanjutan hidup diri dan ank-anaknya, karena Allah-lah yang mengatur segalanya. Dan Allah adalah sebaik-baiknya pengatur.

Kedua, orangtua harus banyak belajar cara mendidik anak. Menurut satu tulisan di Majalah Ummi ini (edisi 3/XVII tahun 2005), seorang ibu harus memiliki kompetensi yang kira-kira sama dengan seorang pendidik profesional. Yang dengan kemampuannya itu sang ibu memiliki ilmu sekaligus cinta kasih dalam merawat dan mendidik anak-anaknya.

Ketiga, mengembalikan peran yang sebagai pencari nafkah utama. Dengan demikian ibu bisa fokus merawat dan mendidik anak-anak, karena kebutuhan ekonomi sudah dipenuhi sang ayah.

Walaupun pada kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan. Namun dengan kesabaran insya Allah para orangtua akan mampu mengemban amanah Allah dengan sebaik-baiknya, tanpa kemarahan dan tanpa kekerasan.
Back To Top