.

Melepas Anak Bergaul

Tulisan ini diambil dari Majalah Ummi No.7/XVII November 2005/1426 H

Banyak hal di luar rumah yang ditakutkan orangtua terjadi pada anak-anaknya, misalnya narkoba dan pergaulan bebas . Tentunya memang tidak berlebihan bila kita melihat dua hal ini bisa terjadi pada usia yang semakin belia. Bahkan siswa sekolah dasar sebagaimana dilansir berbagai media massa, mulai mengenal narkoba dalam segala bentuk. Dalam tingkat yang lebih ringan yaitu kebiasaan merokok, yang biasanya berawal dari ikut-ikutan atau karena hanya ingin diakui juga mulai dilakukan oleh anak usia sekolah dasar.

Kiriman surat cinta atau telepon dari teman si anak terkadang membuat orangtua salah tingkah dan bingung harus bertindak bagaimana. Bebagai kejadian inilah yang terkadang membuat orangtua menjadi over protective pada anak-anaknya. Tidak boleh keluar rumah atau tidak boleh bergaul terutama di luar sekolah, sebenarnya hal ini justru akan berdampak buruk bagi perkembangan pribadi anak.

Lingkungan menurut Ustadz Amang Syafruddin Dosen STAI al-Qudwah, sangat mempengaruhi perkembangan seorang anak, sabagimana kutipan hadist Rasulullah, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikan sabagi Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua orang tua, lanjutnya, merupakan perwakilan dari lingkungan terdekat yang sangat berpengaruh mengubah anak. Jadi ada lingkungan keluarganya, lingkungan masyarakatnya, termasuk berbagai kondisi dalam masyarakat itu. Bahkan kondisi negara sangat memepengaruhi pertumbuhan seorang anak.

Bicara soal bahaya dalam lingkungan pergaulan anak, Ery Retno Artini, psikologi anak, mengungkapkan bahwa tidak hanya di luar rumah, di dalam rumah pun selalu ada bahaya bagi anak. Ia mencontohkan, perbedaan cara mendidik antara orangtua dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama seperti kakek, nenek, paman, bibi, juga berbahay bagi perkembangan anak. Misalnya bapak dan ibu melarang, yang lainnya membolehkan. Akhirnya anak memilih yang enak-enak saja.

Bahaya lainnya dalam rumah adalah televisi, komputer plus fasilitas internet dan aneka game. Membiarkan anak mengkonsumsi acara TV atau mengakses internet adalah satu bentuk bahaya yang mungkin tidak disadari orangtua. Kondisi di luar sabagaimana dipahami para orangtua, diakui Ery memang menyimpan bahaya. Namun, bahaya atau tidaknya pergaulan tergantung pada filter yang dimiliki si anak. “Bahaya atau tidak bahaya itu tergantung pada bagaimana anak menanggapinya. Misalnya, ketika orang memberinya narkoba, tapi ia menolak. Narkoba memang berbahaya tapi ia bisa mengatasinya,“ ujar Ery.

Nah, filter si anak inilah yang merupakan bentukan dari lingkungan utama dan pertamanya yaitu orangtuanya. Menurut Ery, kalau orang tua sudah mempersiapkan anak sedemikianrupa sehingga mempunyai filter yang sangat baik, bahaya apapun dilingkungannya yang lebih luas tidak akan bermasalah baginya.

Ustadz Amang menambahkan, bahaya di luar sebenarnya justru diakibatkan kesalahan orangtua atau lingkungan terdekat lainnya dalam mengantarkan anaknya ke dunia nyata. “Ada kondisi lingkungan yang integrated. Kita hanya kuat mendidik anak di satu bidang saja, misalnya ibadah saja sementara muamalah kurang. Atau sebaliknya, muamalah kuat, tapi ibadah kurang,“ paparnya.

Kekuranglengkapan persiapan ditambah lagi informasi yang keliru tentang kondisi lingkungan yang sebenarnya, menempatkan anak dalam posisi yang berbahaya dalam pergaulannya. “Sehingga pada saat temannya mengajak kepada perbuatan negatif, dia tidak mengerti bahwa itu ajakan yang negatif. Wawasan yang dimilikinya tidak cukup,“ jelasnya.

Imunitas atau sterilitas

Menurut Ery, kekhawatiran saat melepas anak menuju pergaulan yang lebih luas didasarkan pemikiran orangtua yang menginginkan anaknya steril dai hal-hal yang buruk. Mereka berpikir kalau anaknya tidak bersinggungan dengan hal-hal yang buruk, sudah barang tentu anak-anaknya akan menjadi anak yang baik.

Padahal sterilisasi, misalnya mengurung anak di rumah sepulang sekolah, hal semacam ini tidak mungkin dilakukan bagi kehidupan seorang anak. “Sampai kapan sih kita bisa menjaga anak kita terus? Anak kita tambah gede, apa dia mau kita kerangkeng terus? Kan nggak bisa,“ jelasnya.

Oleh karena itu, persiapan untuk melepas anak bergauladalah hal yang harus dilakukan oleh setiap orang tua. Sterilitas semacam ini akan menempatkan anak pada posisi yang berbahaya dikemudian hari. “Nanti, ketika anak berhadapan dengan sesuatu yang tidak pernah ia tahu, maka bahayanya ada dua. Pertama, ia akan sangat takut dan langsung kembali ke rumah. Kedua, dia justru ikut terbawa, karena tidak ada kontrol dalam dirinya, “ ujar Ery

“Sterilitas itu tidak mungkin, yang mungkin adalah imunitas, “ tegas Ustadz Amang. Menurutnya, orangtua yang harus membentuk imunitas yaitu dengan membangun kekebalan dalam diri mereka, termasuk kekebalan dalam berpikir dan bersikap. Membangun imunitas lanjutnya, dapat dilakukan antara lain dengan memberikan informasi yang benar tentang lingkungan kepada anak-anak, yang baik maupun yang buruk. Anak-anak juga perlu dikenalkan dengan dunia luar.

Amang menambahkan pengenalan dan informasi yang benar ini akan membuat anak mengenal apa yang baik dan apa yang buruk dalam dalam pergaulannya. Jadi jika ia menemukan sesuatu yang negatif, maka secara otomatis ia akan meninggalkannya.

Ery memberikan contoh lebih lugas, kalau kita takut anak kita tenggelam ketika berenang, bukan berarti anak harus dijauhi dari air. “Ajarilah anak berenang dengan benar, agar ia tidak tenggelam, “ tegasnya.

Itulah hal yang paling bijak dilakukan orangtua pada anaknya. Jadi tidak mungkin mengurung anak di dalam rumah terus menerus, karenanya mulailah ajari dan bekali anak untuk menjalani pergaulannya.
Back To Top