.

Taman di Dalam Diri

Paulus Winarto

Noge, seorang remaja dari sebuah dusun di pedalaman Irian sana suatu ketika diajak oleh pamannya untuk jalan-jalan ke kota Jakarta. Sang paman yang seorang pengusaha sukses di ibukota itu kemudian membawa Si Noge berkeliling kota. Seperti rusa masuk kampung, Noge begitu tertegun melihat gemerlapnya kota metropolitan itu. Ia berdecak kagum menyaksikan gedung-gedung pencakar lagi di Jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto. Ia membayangkan betapa enaknya hidup di kota yang semuanya serba "wah" dibandingkan di desanya yang listrik saja belum terpasang.

Oleh sang paman, Noge kemudian diajak makan siang di sebuah restoran eropa terkenal. Saat sang paman sibuk memilih menu makan siangnya, Si Noge hanya terdiam sambil memelototi menu tersebut. Ia merasa sangat asing karena belum pernah mengenal makanan-makanan dalam menu tersebut. Maklum anak kampung! Meski telah dipersilakan untuk memilih sendiri, Si Noge tetap saja bingung. Semula ia ingin menanyakan kepada sang paman aneka makanan dalam menu tersebut. Namun niat itu diurungkanya mengingat restoran tersebut sangat ramai siang itu. Lagipula ia merasa malu dan gengsi kalau sampai ketahuan ia dari dusun.

Akhirnya Noge memutuskan untuk memilih masakan yang serupa dengan yang dipesan oleh sang paman. Misalnya ketika sang paman minta tenderloin steak, ia pun langsung angkat suara, "Saya juga tenderloin steak." Ketika sang paman mengatakan, "Well done", Noge pun mengikutinya dengan sempurna, "Well done." Tak ada yang tahu kalau Si Noge tak sedikit pun memahami apa yang diucapkannya. Ketika makanan disajikan di meja, Si Noge pun menunggu apa yang akan dilakukan sang paman. Ketika sang paman memegang pisau, ia pun ikut memegang pisau. Ketika sang paman memegang garpu, ia pun ikut mengangkat garpu. Siang itu, Si Noge betul-betul menjadi hasil fotokopi yang sempurna alias seindah aslinya (baca: sang paman).

Setelah menikmati menu penutup, sang paman kemudian mengambil tisu dan tusuk gigi lalu membersihkan sisa makanan yang masih terselip di gigi-giginya. Sayangnya Si Noge tak bisa melihat jelas apa yang sedang dilakukan sang paman karena mulut sang paman tertutup tisu. Namun ia pun enggan untuk bertanya. Ia tetap mengikuti gerakan sang paman. Usai membereskan tagihan, keduanya pun keluar dari restoran tersebut. Sang paman lalu bertanya, "Noge, bagaimana makan siang kita? Apakah kamu kenyang dan bisa menikmatinya?" Dengan tersenyum Noge menjawab, "Luar biasa, paman! Semua makanan enak-enak dan saya suka. Cuma menu yang terakhir itu saya kurang suka. Kenapa keras dan pahit-pahit seperti rasa kayu?" Oh, oh… rupanya Si Noge memakan tusuk gigi yang dianggapnya sebagai menu terakhir. Sang paman pun hanya bisa tersenyum melihat ulah keponakannya itu.

Apa hikmah yang bisa kita petik dari cerita di atas? Sadar atau tidak, dalam hidup ini kita cenderung ingin menjadi orang lain. Kita sering meniru habis-habisan apa yang dilakukan oleh tokoh idola kita. Kita ingin menjadi seperti mereka. Saya pun pernah mengalami hal tersebut yang akhirnya membuat saya sadar kalau saya tidak akan pernah mencapai potensi maksimal saya jika mencoba menjadi orang lain.

Setiap manusia unik adanya. Ada kelebihan dan kekurangan. Jika kita mencoba menjadi orang lain, keunikan kita akan hilang. Kita hanya akan menjadi sebuah barang imitasi yang buruk! Kita akan kehilangan jati diri kita. Saya tidak sedang mengajak Anda untuk memusuhi orang lain. Sama sekali tidak! Seberapa pun hebatnya orang itu, kita hendaknya menempatkan orang tersebut hanya sebagai tokoh panutan untuk memotivasi kita bergerak maju tetapi kita tetap harus bertumbuh menjadi diri kita sendiri. Terlalu sayang kalau keunikan yang diberikan Tuhan kita sia-siakan begitu saja hanya karena terlalu mengidolakan seseorang secara berlebihan. Oleh karena itu, ambillah waktu untuk memeriksa diri kita. Apa saja keunikan diri kita? Apa kelebihan yang kita miliki yang tidak dimiliki orang lain? Apa saja ketrampilan dan keunggulan saya dibandingkan orang lain? Temukan itu dan kembangkan.

Mungkin Anda masih ingat lagu Hero yang dilantukan oleh Mariah Carey. Lagu yang sangat memotivasi itu jelas-jelas menyatakan ada seorang pahlawan yang sedang bersembunyi dalam diri kita. There's a hero when you look inside your heart! Memang terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk bisa menemukan sang pahlawan itu. Namun percayalah jika Anda bisa menemukannya, perjalanan sukses Anda akan terasa lebih bermakna dan indah. Hati Anda pun akan bernyanyi riang, penuh sukacita.

Injinkanlah saya menceritakan langkah-langkah yang telah saya tempuh untuk bisa menemukannya. Pertama melalui dialog intensif dengan diri sendiri. Saya mencoba berdamai dengan diri sendiri dan minta maaf kepada diri sendiri karena selama ini telah mengabaikan potensi tersebut. Kedua, sembari melakukan proses ini saya pun memperkuat hubungan komunikasi saya dengan-Nya. Ketiga, saya berdiskusi dengan orang-orang terdekat saya yang mencintai saya tanpa syarat. Mereka mengasihi saya dan berharap saya bisa bertumbuh sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan.

Lewat proses ini saya kemudian menemukan kelebihan dan kekurangan saya. Saya makin bisa menerima diri ini dan mencintainya sepenuh hati. Ken Blanchard pernah berujar, "People who feel good about themselves produce good results." Ya, orang-orang yang merasa OK dengan dirinya akan menghasilkan hal-hal baik. Ingat, orang yang tidak bisa mencintai dirinya cenderung sulit untuk bisa mencintai orang lain. Saya pun berkomitmen untuk mengembangkan kelebihan saya. Kalau Anda memulai perjalanan sukses dengan potensi yang telah Anda miliki, Anda akan lebih mudah menggapai impian Anda dibandingkan berusaha mencari sesuatu di luar sana. Rumput tetangga (tidak) selalu lebih hijau!

Saya pun teringat sebuah cerita tentang jendral terbesar yang ditulis oleh Mark Twain. Konon, suatu ketika ada seorang pria meninggal dan bertemu dengan penjaga pintu surga. Menyadari sang penjaga pintu surga pastilah orang yang bijaksana dan berpengetahuan luas, si pria ini mulai bertanya, "Bapak penjaga pintu surga yang saya hormati, saya selalu tertarik dengan sejarah militer selama bertahun-tahun. Bisakah bapak katakan kepada saya, siapa jenderal terbesar sepanjang masa?" Sang penjaga pintu surga menanggapinya dengan segera. "Oh itu pertanyaan mudah. Orang yang kau maksud itu ada di sana," kata sang penjaga pintu surga sambil menunjuk ke arah seorang pria lainnya di pojok. "Bapak, engkau pasti keliru. Aku mengenal orang itu di dunia dan ia cuma pegawai rendahan biasa," kata pria yang masih penasaran itu. Penjaga pintu surga pun menjelaskan, "Benar katamu bahwa ia cuma pegawai rendahan biasa. Tetapi ia sebetulnya bisa menjadi jenderal terbesar sepanjang masa kalau saja ia menjadi jenderal."

Akhirnya, saya ingin kita semua sadar kalau hari ini adalah hari pertama dari sisa kehidupan kita di muka bumi ini. Buatlah itu berarti. Daripada sibuk memandangi rumput di halaman tetangga, lebih baik Anda mencari "taman" di dalam diri Anda, mengolahnya dengan serius, mengembangkannya sehingga suatu saat ia akan menghasilkan "buah" berlimpah.
Back To Top