.

Membangun Surga Dunia

Sulthoni

"Jika ada surga di dunia, maka itu adalah keluarga yang harmonis. Dan jika ada neraka di dunia, itu adalah keluarga broken-home." Ungkapan itu tercetus dari mulut seorang sosiolog wanita Jerman, Ivonne Bach. Sebuah pernyataan jujur dari Ivonne, betapa pentingnya keluarga dalam kehidupan dan peradaban umat manusia. Sayangnya Ivonne tak mengerti jalan untuk mencapai "surga dunia" itu.

Jika saja Ivonne tahu, bahwa Islam sangat berkepentingan terhadap upaya mewujudkan surga-surga dunia itu, pasti ia akan mencarinya di dalam Islam. Karena Islam memandang, bahwa pilar utama masyarakat dan bahkan peradaban manusia, sesungguhnya adalah keluarga.

Karena petunjuk-petunjuk pembentukan keluarga yang harmonis, begitu lengkap terdapat di dalam Al Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Ini sebagai bukti, betapa besarnya perhatian Islam terhadap keluarga. Kita pasti sepakat bahwa eksistensi moral masyarakat, sangat ditentukan oleh eksistensi moral keluarga-keluarga yang terhimpun dalam masyarakat tersebut.

Dengan kata lain, bagaimana filosofi yang melatarbelakangi seseorang/masyarakat dalam membangun keluarga, begitulah perilaku dan budaya masyarakat yang akan lahir. Jika niat berkeluarga sebatas pemuasan kebutuhan biologis semata, pasti tidak akan lahir tanggungjawab keluarga tersebut untuk melahirkan generasi yang bermoral dan kuat. Sebaliknya jika niat berkeluarga seseorang lantaran karena keta'atannya pada Allah SWT, maka ia barengi niat pernikahannya, bukan hanya sebagai pemuasan dahaga biologis semata. Tetapi yang lebih mendasar adalah, pernikahan akan dijadikannya sebagai sarana untuk melahirkan generasi-generasi yang bertaqwa.

Surga dunia yang dimaksud Ivonne, jika saja ia mengerti tak lain adalah keluarga Islami. Yakni keluarga yang dibangun di atas fondasi nilai-nilai Tauhid. Keluarga yang diikat oleh kesamaan visi dan misi pengabdian kepada Zat Maha Pencipta. Dari kumpulan keluarga Tauhid itulah insya Allah, akan lahir generasi pejuang kebenaran yang selalu menebarkan rahmat bagi alam semesta.

Isyarat untuk mewujudkan keluarga Islami itu setidaknya tercantum di dalam Al Qur'an Surat At Tahrim ayat 6; "Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya terbuat dari manusia dan batu."

Isyarat itu begitu tegas, bahwa keluarga yang merepresentasikan surga dunia sebagaimana yang dimaksud Ivonne, tak lain keluarga yang seluruh anggotanya tunduk dan takut pada aturan Allah 'Azza Wa Jalla. Keluarga yang dilatari oleh niat tulus dan agung para pengendalinya, untuk melakukan rekayasa sosial dan peradaban yang yang dirahmatiNya. Keluarga yang berjalan mengikuti skenario Robbani dalam memenangkan pertarungan rekayasa masa depan.

Secara praktis, kita bisa mewujudkan "surga dunia" itu mulai dari hal-hal yang sederhana. Berikut kiat-kiat praktis itu.

1. Pasangan suami-isteri harus menjadi teladan "sosok Islami" bagi seluruh anggota keluarga. Konsekuensi dari itu ialah, para pemimpin keluarga selayaknya harus memahami ajaran Islam secara baik, sehingga mereka bisa menjadi rujukan Islami bagi seluruh persoalan keluarga yang muncul.

2. Menciptakan atmosfer Islami dalam rumah tangga, meliputi perilaku seluruh anggota keluarga, hiasan-hiasan rumah, suara-suara atau musik yang diperdengarkan di dalam rumah setiap hari, bacaan-bacaan yang tersedia, tontonan-tontonan keluarga, makanan-minuman yang biasa dikonsumsi, penegakan disiplin terhadap waktu-waktu sholat, dan sebagainya. Hendaknya semua harus bermuara pada bukti ketundukan kita kepada Allah 'Azza wa Jalla.

3. Mewajibkan seluruh anggota keluaga mengikuti aktivitas tarbiyah Islamiyah yang berkesinambungan, dengan sumber-sumber kajian yang shohih, dan para pembina yang memiliki kredibilitas baik secara aqidah, akhlaq, maupun pemikiran-pemikirannya.

4. Membiasakan para anggota keluarga untuk berkumpul dalam waktu tertentu secara reguler, sebagai sarana evaluasi perjalanan keluarga, apakah ia masih lurus berada pada track "pengabdian kepada Allah". Selain itu pertemuan rutin keluarga itu dapat menjadi ajang sarana "taushiyah keluarga" dan sarana penguat ikatan hati seluruh anggota keluarga.

5. Mengagendakan jadwal-jadwal wisata dakwah bagi keluarga. Entah itu kunjungan ke rumah-rumah para syaikh/ulama yang sholih, maupun kunjungan ke tempat-tempat panti yatim, pesantren, maupun menghadiri acara-acara ke-Islaman di masjid-masjid.

Mudah-mudahan petunjuk sederhana di atas bisa kita jadikan "platform" untuk mengawali langkah pembentukan "surga dunia" yang kita cita-citakan. Surga yang kelak dari dalamnya lahir para rijal/pemuda Islam yang akan memberi nuansa yang lebih manusiawi bagi kehidupan umat manusia. Semoga !
Back To Top