.

Belajar Dari Si Kecil

Is Helianti

Mungkin ada yang menganggap judul di atas terlalu berlebihan atau bahkan terbalik. Bukan kita (orang tua) yang belajar dari anak, tetapi anaklah yang belajar dari kita. Namun lewat judul di atas saya ingin mengungkapkan sisi indah yang saya dapatkan dari kehadiran anak, yang lewatnya saya belajar banyak hal. Sisi indah yang acap terlupakan ketika buah hati kita bertambah banyak plus bertambah 'menjengkelkan'. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menyirami kepenatan dan kebosanan di tengah tugas rutin harian kita sebagai seorang ibu.

Terkadang, kita menganggap bayi adalah makhluk kecil yang tak berdaya. Namun kalau kita renungi ternyata bayi kita telah �mengajarkan� ibunya banyak hal. Dalam suatu majalah berbahasa Jepang seorang bidan yang berpengalaman menolong banyak persalinan mengatakan bahwa mempunyai anak adalah jalan untuk menjadi orang dewasa yang sesungguhnya. Mungkin ada benarnya. Paling tidak, itu terjadi pada diri saya. Rasa terima kasih yang berlipat, ingin berbakti, saya ketika saya hamil dan melahirkan. Rasa mual ketika mengidam, harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan perut besar, rasa sakit luar biasa ketika kontraksi jelang melahirkan mengingatkan saya bahwa ibu saya mengalami hal serupa ketika mengandung dan melahirkan saya. Suatu perasaan yang sangat tipis saya miliki sebelumnya.

Rasa syukur saya kepada Allah dan rasa terima kasih saya pada ibu menumpuk karena beliau telah 'mau' melahirkan saya ke dunia. Jasa yang sangat besar di kala jaman kini banyak mereka yang tak menginginkan kelahiran anaknya dengan menggugurkan janin yang dikandungnya. Ditambah lagi jasa ibu membesarkan saya hingga saya dewasa di tengah-tengah ekonomi yang sulit, tanpa pembantu, tanpa alat-alat rumah tangga elektronik. Di saat ada juga orang yang membuang bayinya karena alasan ketidaksiapan dan kemiskinan. Rasa terima kasih yang telah mengalahkan kekesalan dan ketidakikhlasan terpendam atas ketidaksempurnaan seorang manusia pada diri ibu. Sekaligus mengingatkan saya untuk lebih berbakti pada sosok yang sekarang semakin tua itu. Ini hal yang paling mendalam yang saya dapatkan dari anak saya.

Menjadi orang dewasa yang sebenarnya saya pikir dirasakan juga oleh mereka yang telah menjadi orang tua atau baru akan menjadi orang tua. Sudah banyak contoh para suami yang sebelumnya tak toleransi pada pekerjaan berat rumah tangga istrinya menjadi lebih peka dan mau membantu pekerjaan rumah tangga (yang tak pernah punya kompromi cuti) saat sang istri hamil. Berapa banyak calon ayah atau ayah yang tergugah tanggungjawabnya sebagai tiang utama dalam nafkah keluarga dan pelindung keluarganya ketika mengetahui istrinya mengandung atau saat menatap wajah si kecil tertidur.

Anak juga mengajarkan point penting lain dalam kehidupan saya. Lewat begadang di tengah malam karena terbangun oleh tangisan si kecil yang minta susu, atau popoknya basah oleh pipis atau 'e'e, anak saya mengajarkan kebahagiaan kecil lewat memberi dengan tulus dan rasa cinta. Jangan pikir saya tak menggerutu dan agak malas untuk bangun karena saya masih mengantuk. Sering kali saya (dan banyak ibu lainnya) baru tidur kurang dari satu jam, dan tentu saja saya bukan malaikat yang terus menerus bisa berlapang dada. Namun, semua rasa ini terbang entah kemana ketika saya menatap wajah si kecil yang tertidur dengan ekspresi puas karena kenyang minum ASI dan (atau) bersih popoknya. Rasa yang dulu tidak saya dapatkan ketika harus begadang untuk eksperimen karena harus mengejar data, meski sebagus apapun data yang telah saya peroleh. Rasa yang membuat saya tak jera untuk dibangunkan di tengah malam. Saya benar berharap, rasa bahagia dalam memberi dengan ketulusan dan kecintaan bisa saya tularkan juga kepada hal-hal lainnya dan orang lain dalam hidup saya.

Anak juga mengajarkan saya untuk menghargai saat-saat yang terlihat remeh namun teramat penting dan indah. Saat saya menyusui sambil mengangguk-angguk karena mengantuk, si kecil menatap saya dan tertawa. Padahal kemarin malam dia hanya menatap saya dengan mata bulatnya, sekarang dia sudah bisa tertawa. Duhai, betapa Allah telah memberi saya momen-momen kecil yang tampak biasa namun bisa menghangatkan mata (dan jiwa) saya dengan air mata bahagia. Momen perkembangan si kecil yang hanya bisa saya nikmati pendek saja dalam perjalanan membesarkannya.

Saya juga teringat, dulu saya sering tersenyum geli ketika bercakap-cakap dengan anak-anak kawan-kawan dekat saya. Karena saya sering menemui lagak dan gaya bicara mereka yang sama persis dengan ibunya. Ya, karena anak-anak ternyata tumbuh dan besar dengan menjadikan kita, ibunya, sebagai contoh. Contoh yang baik sekaligus yang buruk. Karena itu anak adalah cermin bagi saya. Lewatnya saya dapat berkaca sosok yang bagaimanakah yang sudah saya tampilkan padanya dan ditirunya. Kadang, anak juga mengingatkan kepada kita dalam bentuk bertanya. Karena anak adalah polos dan murni. Mereka akan mempertanyakan ketika kita alpa melakukan apa yang telah kita nasihatkan kepada mereka. Kehadiran anak telah mendorong saya untuk mau berusaha menjadi sosok yang lebih baik, sehingga saya tidak akan malu untuk bercermin pada mereka.

Sungguh, sebagai seorang ibu rasanya saya harus berterima kasih pada anak, bukan sebaliknya. Lewat kehadirannya saya disadarkan dan diingatkan oleh banyak hal yang kerap terlupakan. Mudah-mudahan ini dirasakan pula oleh para ibu lainnya. Semoga, ketika anak kita bertambah, semakin dewasa dan bijaklah kita, karena �guru� kita bertambah banyak. Semoga ketika anak kita bertambah besar kita juga telah belajar banyak hal yang mungkin tidak sebanding dengan yang telah kita, sebagai ibunya, telah berikan.
Back To Top