.

Bunda, Semoga Botol itu Menjadi Saksi

Oleh Cece Ys

"Assalamualaikum..." kuketuk pintu rumah perlahan setelah turun dari ojek. Yup, aku pulang malam hari ini. Sore tadi aku sempat menelpon bunda (panggilan untuk isteriku) dan mengatakan bahwa hari ini mulai lembur lagi. Seperti biasa, tiap awal bulan aku harus membuat laporan untuk setiap pelanggan di tempatku bekerja.

Suasana di sekitar rumah kontrakan kami sudah sepi dan aku membuka pintu rumah yang tidak terkunci. Biasanya bunda menungguku pulang sambil tidur-tidur ayam, jadi pintu tidak dikunci, namun terkadang ia sudah terlelap dalam mimpinya ketika aku sampai di rumah.

"Ah, sudah pukul setengah sebelas," gumamku. Dan tepat dugaanku, bunda sudah tertidur di samping jagoan kecil kami yang bernama Muhammad Rasyid, anak pertama kami. Perlahan aku melangkah dengan kaki agak menjinjit lalu kukecup pipi mereka berdua, sambil tangan kananku menjinjing sepatu. Maklum kami mengontrak rumah petakan yang desainnya memanjang kebelakang. jadi, bila ingin ke dapur berarti aku harus melewati kamar tidur dulu.

Sambil menaruh sepatu di kardus tempat lap, kulihat banyak botol susu yang kotor menunggu dijamah supaya bisa dipakai kembali esok. Kami tidak mempunyai rak sepatu karena menurut ibu, dapur kami sudah terlalu sempit untuk ditambah rak sepatu. Lagipula sepatu yang ada hanya punyaku dan bunda, hanya 2 pasang saja, jadi tidak memakan banyak tempat.

Selesai shalat isya dan ba'diyah, aku langsung mencuci botol susu yang kotor itu. Wah, banyak sekali. Setelah selesai mencuci, aku harus segera merebus botol-botol itu, biar Bunda tidak repot esok pagi.

Alhamdulillah, aku dan bunda sudah berkomitmen untuk memberi Rasyid ASI. Walaupun sekarang sudah tidak ASI ekslusif, namun aku bersyukur komitmen tersebut masih kuat dijaga dan insya Allah bisa sampai 2 tahun.

Sungguh aku bersyukur, istriku mau rela repot setiap hari menenteng botol susu saat berangkat ke kantor dan menyempatkan waktu untuk memerah ASI di sela waktu istirahatnya di kantor. ASI tersebut disimpannya di lemari es, dan dibawa pulang selepas usai jam kantor untuk persediaan susu Rasyid esok hari.

Ah, sayang semoga usaha kita selalu mendapat ridhaNya dan anak-anak kita menjadi anak-anak shalih, garda depan pembela dien kita.

Samar aku teringat isi Surat Al Baqarah ayat 233, "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna ..."

"Aku bangga sekali padamu bunda", ujarku dalam hati.

Walaupun isi ayat ini seruan, namun maknanya begitu agung. Allah tahu yang terbaik buat anak-anak kita.

Dan Allah juga Maha Adil ketika ayat tersebut dilanjutkan dengan, "... seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya... Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya..."

Subhanallah, semoga botol susu itu menjadi saksi perjuangan kita, sayang.

Ayah sayang bunda, sungguh.

Wallahu 'alam bishshowab.
Back To Top