.

Anak-Anak Mencoret Dinding

Oleh Prie GS


Ketika masih bujang saya benci pada orang tua yang membiarkan anaknya mencoret-coret tembok rumah. Ketika sudah menjadi orang tua saya bangga ketika anak saya mencoreti sekujur rumah!

Saya malu atas perubahan ini. Malu karena kebencian ternyata sering menjadi kutukan. Saya pernah membenci seseorang tapi lewat seseorang itu pula saya memperoleh pertolongan. Saya pernah mengritik seseorang karena sebuah kesalahan, tapi kesalahan itu pula yang saya lakukan ketika posisi orang itu saya gantikan.

Saya membenci, ternyata cuma karena saya tidak memiliki. Saya mengritik cuma karena saya tak mengalami. Maka para pengritik ini seperti para penonton dunia pertunjukkan. Pintar mengomentari tapi kebingungan ketika harus memainkannya sendiri. Maka para pembenci ini seperti para penepuk air di dulang yang akan memercik ke muka sendiri.

Setelah malu saya kemudian heran. Tapi keheranan ini adalah soal yang lain lagi. Yakni soal anak-anak yang selalu membawa sihir kasih sayang di benak kita, orang tuanya. Sihir itu begitu hebatnya hingga coretan di dinding pun terasa bukan sebagai kekotoran, tapi sebagai ''mahakarya''. ''Lihat! Ekspresif sekali. Naif, spontan, lucu,'' kata kita dengan mata berbinar.

Yang kotorpun bisa terlihat indah, yang salah pun bisa terasa sah dan lumrah, itulah sihir anak. Maka ketika kepada orang tua dilaporkan tentang tabiat anaknya yang suka mencuri duit jimpitan jaga di kampungnya, yang salah kemudian malah kaleng duitnya atau malah petugas jaganya. ''Salah sendiri, kenapa dipasang terlalu rendah hingga terjangkau oleh anak,'' kata si orang tua. ''Salah sendiri kenapa petugas jaga bisa kalah duluan dengan anak,'' tambahnya. Maka ketika kepada orang tua dikabarkan tentang anak perempuannya yang dibawa lari, yang dilaporkan pada polisi selalu cuma si ''pelari'', bukan sekaligus anaknya yang ikut berlari.

Sebab kita sering lupa, betapa ada saja jenis korban perkosaan yanga aneh sifatnya. Ada korban yang mau digoda, mau diajak jalan-jalan, kemudian menginap di losmen lalu pulang sebagai korban perkosaan. Ada yang mau diboncengkan teman lelakinya, di ajak ke rumah kos temannya, begadang hingga malam lalu mabuk dan akhirnya digilir paksa.

Kaum maling dan pemerkosa tetaplah para penjahat. Tapi menenteng barang sembarangan, menggoda maling untuk masuk ke pakarangan tetaplah sebuah kecerobohan. Tapi kecerobohan itu seperti bukan kesalah sepanjang pelakunya adalah anak-anak yang biasa kita sayangi, yang kecerobohannya pun terasa lumrah, kekotorannya sering terlihat indah.
Back To Top